Tidak seperti Allport, yang datanya semata-mata
diperoleh dari studi tentang orang-orang dewasa yang matang dan sehat, Rogers
bekerja dengan individu-individu yang terganggu yang mencari bantuan untuk
mengubah kepribadian mereka. Untuk merawat pasien-pasien ini (dia lebih suka
menyebut mereka “klien-klien”), Rogers mengembangkan suatu metode terapi yang
menempatkan tanggung jawab utama terhadap perubahan kepribadian terhadap klien,
bukan pada ahli terapi (seperti dalam pendekatan Freud). Karena itu disebut
“terapi yang berpusat pada klien” (client-centered
therapy). Jelas, metode ini menganggap bahwa individu yang terganggu
memiliki suatu tingkat kemampuan dan kesadaran tertentu dan mengatakan kepada
kita banyak tentang pandangan Rogers mengenai kodrat manusia.
Apabila orang-orang bertanggung
jawab terhadap kepribadian mereka sendiri dan mampu memperbaikinya, maka mereka
harus menjadi makhluk yang sadar dan rasional. Rogers percaya bahwa orang-orang
dibimbing oleh persepsi sadar mereka sendiri tentang diri mereka dan dunia
sekitar mereka bukan oleh kekuatan-kekuatan tak sadar yang tidak dapat mereka
kontrol. Kriterium terakhir seseorang adalah pada pengalaman sadarnya sendiri
dan pengalaman itu memberikan kerangka intelektual dan emosional dimana
kepribadian terus-menerus bertumbuh.
Menurut Rogers, manusia yang
rasional dan sadar, tidak dikontrol oleh peristiwa-peristiwa masa kanak-kanak,
seperti pembiasaan akan kebersihan (toilet
training), penyapihan yang lebih cepat, atau pengalaman-pengalaman seks
sebelum waktunya. Hal-hal ini tidak menghukum atau mengutuk kita untuk hidup
dalam konflik dan kecemasan yang tidak dapat kita kontrol. Masa sekarang dan
bagaimana kita memandangnya bagi kepribadian yang sehat dan jauh lebih penting
daripada masa lampau. Akan tetapi Rogers mengemukakan bahwa
pengalaman-pengalaman masa lampau dapat mempengaruhi cara bagaimana kita
memandang masa sekarang yang pada gilirannya mempengaruhi tingkat kesehatan
psikologis kita. Jadi, pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak adalah penting,
tetapi fokus Rogers tetap pada apa yang terjadi dengan kita sekarang, bukan
pada apa yang terjadi waktu itu.
Dalam karyanya dengan klien-klien,
Rogers mempertahankan bahwa kepribadian harus diperiksa dan dipahami melalui
segi pandangan pribadi klien, pengalaman-pengalaman subjektifnya sendiri. Sama
seperti dalam kehidupan pribadinya, Rogers percaya akan
pengalaman-pengalamannya sendiri, maka demikian juga dalam kehidupan
profesionalnya, dia percaya akan pengalaman klien-kliennya. Apa yang nyata bagi
setiap klien adalah persepsinya yang unik tentang realitas.
Rogers percaya bahwa karena realitas
ini tergantung pada pengalaman-pengalaman perseptual setiap orang, maka
realitas itu akan berbeda untuk setiap orang. Meskipun demikian, dia
mengemukakan suatu tenaga pendorong yang umum dan utama: kecenderungan atau
usaha untuk aktualisasi.
Rogers menempatkan suatu dorongan- “
satu kebutuhan fundamental” – dalam sistemnya tentang kepribadian :
memeliharakan, mengaktualisasikan, dan meningkatkan semua segi individu.
Kecenderungan ini dibawa sejak lahir dan meliputi komponen komponen pertumbuhan
fisologi dan psikologis, meskipun selama tahun tahun awal kehidupan,
kecenderungan tersebut lebih terarrah kepada segi segi fisiologis.
Tidak ada segi pertumbuhan dan
perkembangan manusia beroprasi secara terlepas dari kecenderungan aktualisasi
ini. Pada tingkat-tingkat yang lebih rendah, kecenderungan aktualisasi
berkenaan dengan kebutuhan kebutuhan fisologis dasar makanan, air, dan udara.
Karena itu kecenderungan aktualisasi itu memungkinkan organisme hidup terus dengan
membantu dan mempertahankan kebutuhan kebutuhan jasmaniah dasar.
Akan tetapi aktualisasi berbuat jauh
lebih banyak daripada mempertahankan organisme; aktualisasi juga mempermudahkan
dan meningkatkan pematangan dan pertumbuhan.jika bayi bertambah besar, organ
organ tubuh dan proses proses fisiologis menjadi semakin kompleks dan
berdiferensiasi karena mereka mulai berfungsi dalam arah arah yang dituju.
Proses pematangan ini mulai dengan perubahan perubahan dalam ukuran dan bentuk
dari bayi yang baru lahir sampai pada perkembangan sifat-sifat jenis kelamiin
sekunder pada masa remaja.
Pematangan yang penuh itu tidak
dicapai secara otomatis, meskipun fakta bahwa “blue-print” bagi proses
pematangan terkandung dalam struktur genetis individu. Proses itu memerlukan
banyak usaha; rogers membandingkannya dengan perjuangan dan rasa sakit yang
terjadi ketika seorang anak belajar berjalan. Walaupun demikian anak itu masih
terus berusaha dan akhirnya berhasil. Apa sebabnya anak itu pantang mundur?
Rogers berpendapat bahwa kecenderungan untuk aktualisasi sebagi suatu tenaga
pendorong adalah jauh lebih kuat daripada rasa sakti dan perjuangan serta
setiap dorongan yang ikut menghentikan usaha untuk berkembang.
Kecenderungan aktualisasi pada
tingkat fisiologisbenar-benar tidak dapat dikekang; kecenderungan itu mendorong
individu ke depan dari salah satu tingkat pematangan berikutnya yang memaksanya
untuk menyesuaikan diri dan tumbuh.
Seperti anda dapat melihat, segi
fisiologis dari kecenderungan aktualisasi ini tidak diarahkan kepada reduksi
tegagan. Perjuangan serta keuletan yang terlibat dalam aktualisasi membuat kita
bertambah dan buka menjadi kurang tegang. Maka tujuan hidup tidak hanya
mempertahankan suatu keseimbangan homeostatis atau suatu tingkat ketentraman
dan kesenangan yang tinggi, tetapi juga pertumbuhan dan peningkatan. Arah kita
ialah kedepan, ke arah tujuan yang berfungsi semakin kompleks sehingga kita
dapat menjadi semuanya menurut kemampuan kita untuk menjadi.
Pada tingkata biologis ini, Rogers
tidak membedakan antara manusia yang sehat dan manusia yang tidak sehat. Jelas,
dia tidak menemukan perbedaaan antara orang yang sehat dengan orang yang sakit
secara emosional, menurut jumlah atau perhitungan dari apa yang mungkin disebut
aktualisasi biologis. Tetapi apabila kita memikirkan segi-segi psikologis dari
aktualisasi maka jelas ada perbedaaan.
Ketika seorang bertambah besar, maka
“diri” mulai berkembang. Pada saat itu juga, tekanan dalam aktualisasi beralih
dari yang fisiologis kepada yang psikologis. Tubuh, dan bentuk bentuk serta
fungsi fungsinya yang khusus telah mencapai tingkat perkembangan yang dewasa,
dan pertumbuhan lalu berpusat pada kepribadian. Rogers tidak menjelaskan kapan
perubahan ini terjadi, tetapi seseorang dapat menarik kesimpulan dari tulisan
tulisan bahwa perubahan ini mulai pada masa kanak-kanak dan selesau pada akhir
masa adolesensi.
D. PERKEMBANGAN DIRI
Dalam masa kecil, anak mulai
membedakan atau memisahkan salah satu segi pengalamannya dari semua yang
lain-lainnya. Anak itu mengembangkan kemampuan untuk membedakan antara apa yang
menjadi milik atau bagian dari dirinya dan semua benda lain yang di lihat, di
dengar, diraba, dan di ciumnya ketika dia mulai membentuk suatu lukisan dan
gambaran tentang siapa dia. Dengan kata lain, anak itu mengembangkan suatu
“pengertian diri” (self concept)
Sebagai
bagian dari self concept, anak itu juga mengambarkan dia akan menjadi siapa
atau mungkin ingin menjadi siapa. Dengan mengamati reaksi dari orang-orang lain
terhadap tingkah lakunya sendiri, anak itu secara ideal mengembangkan suatu pola gambaran-gambaran
diri yang konsisten, suatu keseluruhan yang terintegrasi dimana kemungkinan
adanya beberapa ketidakharmonisan antara diri sebagaimana adanya dan diri
sebagaimana yang mungkin diinginkannya untuk menjadi diperkecil.
Cara-cara
khusus bagaimana diri itu berkembang dan apakah dia akan menjadi sehat atau
tidak tergantung pada cinta yang diterima anak itu dalam masa kecil. Pada waktu
diri itu mulai berkembang, anak itu pada masa kecil. Pada waktu diri itu mulai
berkembang, anak itu juga belajar membutuhkan cinta. Rogers menyebut kebutuhan ini
“penghargaan positif” (positive regard)
Positive
regard, suatu kebutuhan yang memaksa dan merembes, dimiliki semua manusia,
setiap anak terdorong untuk mencari positive regard. Akan tetapi tidak setiap
anak akan menemukan kepuasan yang cukup akan kebutuhan ini. Anak puas kalau dia
menerima kasih sayang, cinta, dan persetujuan dari orang lain, tetapi dia
kecewa kalau dia menerima celaan dan kurang mendapat cinta dan kasih sayang.
Anak
harus berkerja keras untuk positive regard dengan mengorbankan aktualisasi
diri. Anak dalam situasi ini mengembangkan apa yang disebut Rogers “penghargaan
positif bersyarat” (conditional positive regard). Kasih sayang dan cinta yang
diterima anak adalah syarat terhadap tingkah lakunya yang baik. Karena anak
mengembangkan condotional positive regard maka dia menginternalisasikan
sikap-sikap ibu. Jika itu terjadi, maka sikap ibu diambilalih oleh anak itu dan
diterapkan kepada dirinya.
Misalnya,
apabila ibu menyatakan celaan setiap saat karena anak menjatuhkan suatu benda
dari tempat tidurnya, maka anak itu akhirnya mencela dirinya sendiri sewaktu-waktu
dia bertingkah laku demikian standar-standar penilaian dari luar menjadi
miliknya sendiri dan anak itu “menghukum” dirinya hanya bila dia beringkah laku
menurut cara-cara yang diketahuinya disetujui ibu. Dengan demikian diri menjadi
“wakil ibu”.
Diri
tidak dibiarkan untuk beraktualisasi sepenuhnya karena beberapa segi dari diri
harus dicek. Syarat-syarat penghargaan berlaku seperti penutup kuda, yang
memotong suatu bagian dari pengalaman yang ada. Orang-orang dengan
syarat-syarat penghargaan harus membatasi tingkah laku mereka dan mengubah
kenyataan karena meskipun menyadari tingkah laku dan pikiran yang tidak pantas,
namun dapat merasa terancam kalau mereka memamerkannya. Karena
individu-individu ini tidak dapat bereaksi sepenuhnya dan terbuka dengan
lingkungan mereka, maka mereka akan mengembangkan apa yang disebut Rogers
“ketidakharmonisan” (incongruence)
antara konsep diri dan kenyataan yang mengitari mereka. Mereka tidak dapat
mengaktualiasikan semua segi dari diri. Dengan kata lain, mereka tidak dapat
mengembangkan kepribadian-kepribadian yang sehat.
Syarat
utama bagi timbulnya kepribadian sehat adalah penerimaan “penghargaan positif
tanpa syarat” (unconditional positive
regard) pada masa kecil. Hal ini berkembang apabila ibu memberikan cinta dan
kasih sayang tanpa memperhatikan bagaimana anak bertingkah laku. Cinta dan
kasih sayang yang diberikan dengan bebas ini, dan sikap yang ditampilkannya
bagi anak itu menjadi sekumpulan norma dan standar yang diinternalisasikannya,
sama seperti halnya sikap-sikap ibu yang memperlihatkan conditional positive regard diinternalisasikan oleh ibunya.
Unconditional
positive regard tidak menghendaki bahwa semua pengekangan terhadap tingkah
laku anak tidak ada, tidak berarti bahwa anak diperbolehkan melakukan apa saja
yang diinginkannya tanpa dinasehati. Sebab jika demikian halnya maka ibu tidak
boleh melindungi anaknya dari bahaya-bahaya. Misalnya menarik anak menjauhi
sebuah kompor yang panas karena takut membuat positive regardnya bersyarat.
Rogers percaya bahwa ibu dapat
mencela tingkah laku-tingkah laku tertentu tanpa pada saat yang sama
menciptakan syarat-syarat dalam mana anak akan menerima cinta dan kasih sayang.
Hal ini dapat dicapai dalam suatu situasi yang membantu anak menerima beberapa
tingkah laku yang tidak dikehendaki tanpa memyebabkannya merasa bersalah dan
tidak berharga setelah melakukan tingkah laku-tingkah laku tersebut. Anak tidak
terlalu banyak dinasihati sehingga dapat menetapkan syarat-syarat penghargaan
untuk anak karena itulah caranya bagaimana nasihat itu dilaksanakan.
Anak-anak yang bertumbuh dengan
perasaan unconditional positive regard
tidak akan mengembangkan syarat-syarat penghargaan. Mereka merasa diri berharga
dalam semua syarat. Dan jika syarat-syarat penghargaan tidak ada maka tidak ada
kebutuhan untuk bertingkah laku defensif. Tidak akan ada ketidakharmonisan
antara diri dan persepsi terhadap kenyataan.
Untuk orang yang demikian, tidak ada
pengalaman yang mengancam. Dia dapat mengambil bagian dalam kehidupan dengan
bebas dan sepenuhnya. Diri adalah dalam dan luas, karena diri itu mengandung
semua pikiran dan perasaan yang mampu diungkapkan orang itu. Diri itu juga
fleksibel dan terbuka kepada semua pengalaman baru. Tidak ada bagian dari diri
dilumpuhkan atau terhambat dalam ungkapannya.
Semua
orang bebas untuk menjadi orang yang mengaktualisasikan diri untuk
mengembangkan seluruh potensinya. Dan setelah proses aktualisasi diri mulai
berlangsung, orang itu dapat maju ke tujuan terakhir, yakni menjadi orang yang
berfungsi sepenuhnya.
sumber : buku Psikologi Pertumbuhan Universitas Gunadarma