1.
Pengertian motivasi
Kata
motivasi berasal dari bahasa latin “Movere” yang artinya menimbulkan
pergerakan. Motivasi didefinisikan sebagai kekuatan psikologis yang
menggerakkan seseorang kearah beberapa jenis tindakan (Haggard, 1989) dan
sebagai suatu kesediaan peserta didik untuk menerima pembelajaran, dengan
kesiapan sebagai bukti dari motivasi (Redman, 1993). Menurut Kort (1987),
motivasi adalah hasil faktor internal dan faktor eksternal dan bukan hasil
eksternal saja. Hal yang tersirat dari motivasi adalah gerakan untuk memenuhi
suatu kebutuhan atau untuk mencapai suatu tujuan.
Motivasi
juga didefinisikan sebagai dorongan dari dalam diri individu berdasarkan mana dari
berperilaku dengan cara tertentu untuk memenuhi keinginan dan kebutuhanya.
Adapun pemotivasian dapat diartikan sebagai pemberian motif-motif sebagai
pendorong agar orang bertindak, berusaha untuk mencapai tujuan organisasional
(Silalahi, 2002).
Menurut
Supriyono (2003), motivasi adalah kemampuan untuk berbuat sesuatu sedangkan
motif adalah kebutuhan, keinginan, dorongan untuk berbuat sesuatu. Motivasi
seseorang di pengaruhi oleh stimuli kekuatan, intrinsik yang ada pada individu
yang bersangkutan. Stimuli eksternal mungkin dapat pula mempengaruhi motivasi
tetapi motivasi itu sendiri mencerminkan reaksi individu terhadap stimuli
tersebut.
Rumusan
lain tentang motivasi yang diberikan oleh Robbins dan Coulter (2006), yang
dimaksud motivasi karyawan adalah kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi,
untuk mencapai tujuan-tujuan keorganisasian, yang dikondisi oleh kemampuan
upaya demikian, untuk memenuhi kebutuhan individual tertentu.
2. Teori – Teori Motivasi
·
Teori
Drive Reinforcement
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari
perilaku dengan pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang karyawan itu tergantung
dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut
bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku
tersebut. Teori reinforcement ini terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Reinforcement
Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku,
terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
2. Reinforcement
Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku,
terjadi jika reinforcement negatif dihilangkan secara bersyarat.
Jadi
prinsip reinforcement selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan
tanggapan, apabila diikuti oleh stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip
hukuman (Punishment) selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan,
apabila tanggapan (response) itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat.
A.
Pengertian Teori Drive
Teori
”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori dorongan tentang motivasi, perilaku
didorong ke arah tujuan oleh keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri
seseorang atau binatang. Contohnya., Freud ( 1940-1949 ) berdasarkan ide-idenya
tentang kepribadian pada bawaan, dalam kelahiran, dorongan seksual dan agresif,
atau drive (teorinya akan diterangkan secara lebih detail dalam bab
kepribadian). Secara umum , teori-teori drive mengatakan hal-hal berikut :
ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu di dorong untuk
mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi
intensitas keadaan yang mendorong. Pada manusia dapat mencapai tujuan yang
memadai yang mengurangi keadaan dorongan apabila dapat menyenangkan dan
memuaskan. Jadi motivasi dapat dikatakan terdiri dari:
• Suatu
keadaan yang mendorong
•
Perilaku yang mengarah ke tujuan yang diilhami oleh keadaan terdorong
• Pencapaian
tujuan yang memadai
•
Pengurangan dan kepusaan subjektif dan kelegaan ke tingkat tujuan yang tercapai
Setelah
keadaan itu, keadaan terdorong akan muncul lagi untuk mendorong perilaku ke
arah tujuan yang sesuai. Pengulangan kejadian yang baru saja diuraikan
seringkali disebut lingkaran korelasi.
B.
Teori Reinforcement (Reinforcement Theory)
Teori
ini mempunyai dua aturan pokok : aturan pokok yang berhubungan dengan perolehan
jawaban –jawaban yang benar dan aturan pokok lain yang berhubungan dengan penghilangan
jawaban-jawaban yang salah. Pengukuran dapat terjadi positif (pemberian
ganjaran untuk satu jawaban yang didinginkan ) atau negatif ( menghilangkan
satu rangsang aversif jika jawaban yang didinginkan telah diberikan ), tetapi
organisme harus membuat antara akasi atau tindakannya dengan sebab akibat.
Siegel
dan Lane (1982), mengutip Jablonke dan De Vries tentang bagaimana manajemen
dapat meningkatakan motivasi tenaga kerja., yaitu dengan:
1.
Menentukan apa jawaban yang diinginkan
2. Mengkomunikasikan
dengan jelas perilaku ini kepada tenaga kerja.
3.
Mengkomunikasikan dengan jelas ganjaran apa yang akan diterima. Tenaga kerja
jika jawaban yang benar terjadi
4.
Memberikan ganjaran hanya jika jika jawaban yang benar dilaksanakan.
5. Memberikan
ganjaran kepada jawaban yang diinginkan, yang terdekat dengan kejadiannya.
§ Contoh Teori Drive-Reinforcement
Biasanya di terapkan dalam kehidupan sehari-hari, misalkan
seorang kuli panggul di pasar tradisional, jika ia dapat mengangkut/mengirim 5
ton buah pada tiap 5 karung maka akan diberikan 2 kg buah segar oleh pemilik
toko buah tersebut,
Drive-Reinforcement nya berbentuk reward berupa materi yang
diberikan pemilik toko kepada pekerjanya (kuli panggul).
·
Teori
Harapan
Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari suatu
kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada
kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu
keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu
tersebut. Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan
seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila
ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor
Vroom dalam Robbin 2003:229)
Karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik
baik saja, daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang terkandung
dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan (Hasibuan 2001:165). Apabila
harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan gairah
kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjdadi malas.
Teori
ini dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan teorinya pada tiga konsep
penting, yaitu
a.
Harapan (expentancy) adalah suatu kesempatan
yang diberikan terjadi karena prilaku .Harapan merupakan propabilitas yang
memiliki nilai berkisar nol yang berati tidak ada kemungkinan hingga satu yang
berarti kepastian
b.
Nilai (Valence) adalah akibat dari prilaku
tertentu mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi
setiap individu tertentu
c.
Pertautan (Inatrumentality) adalah persepsi dari
individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengn hasil tingkat ke
dua.Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat mempunyai nilai yang berkisar
antara –1 yang menunjukan persepsi bahwa tercapinya tingkat ke dua adalah pasti
tanpa hasis tingkat pertama dan tidak mungkin timbul dengan tercapainya hasil
tingkat pertama dan positip satu +1 yang menunjukan bahwa hasil tingkat pertama
perlu dan sudah cukup untuk menimbulkan hasil tingkat ke dua.
Teori
ini termasuk kedalam Teori – Teori Kesadaran. Teori ini menunjukkan pendekatan
kognitif terhadap motivasi kerja, yang menekankan kepada kemampuan individu
dalam pemrosesan informasi. Kekuatan motivasi yang mendasarinya bukanlah sebuah
kebutuhan.
§ Contoh Teori Harapan
Dari
sudut pandang Expectancy Theory, para pekerja tidak termotivasi untuk bekerja
keras karena tidak adanya hubungan antara prestasi kerja dengan penghasilan.
Persepsi mereka adalah bahwa kerja keras tidak akan memberikan mereka
penghasilan yang diharapkan. Malahan, dengan adanya PHK, mereka memiliki
persepsi bahwa walaupun telah bekerja keras, kadang-kadang mereka malah
mendatangkan hasil yang tidak diinginkan, misalnya PHK. Konsisten dengan teori
ini, para pekerja pun menunjukkan motivasi yang rendah dalam melakukan
pekerjannya.
•
Rekomendasi: Kaitkan penghasilan dengan prestasi. Sesuai dengan Expectancy
Theory (Vroom, dalam Donovan, 2001), tiga hal akan direkomendasikan untuk
perusahaan dalam Contoh Kasus:
»
Tingkatkan Expectancy: Para pekerja perlu merasa bahwa mereka mampu mencapai
prestasi yang tinggi. Jika perlu, perusahaan perlu memberikan pelatihan untuk
memastikan bahwa para karyawan memang memiliki keahlian yang dituntut oleh
masing-masing pekerjaannya.
»
Tingkatkan Instrumentality: Ciptakan reward system yang terkait dengan
prestasi. Misalnya, selain gaji pokok, tim yang berhasil mencapai targetnya
secara konsisten akan mendapatkan bonus. Dengan cara ini, para karyawan
mengetahui bahwa prestasi yang lebih baik memang benar akan mendatangkan
penghasilan yang lebih baik pula.
»
Tingkatkan Valence: Karena masing-masing individu memiliki penilaian yang
berbeda, sangatlah sulit bagi perusahaan untuk merancang reward system yang
memiliki nilai tinggi bagi setiap individu karyawan. Salah satu cara mengatasi
hal ini adalah dengan memberikan poin bonus yang bisa ditukarkan dengan
berbagai jenis hal sesuai kebutuhan individu, misalnya poin bonus bisa
ditukarkan dengan hari cuti, uang, kupon makan, dsb. Konsekuensi dari program
ini adalah perusahaan harus menerapkan sistem pencatatan yang rapi untuk
memastikan bahwa masing-masing karyawan mendapatkan poin bonus secara adil.
·
Teori
Tujuan
Teori tujuan mencoba menjelaskan hubungan-hubungan antara
niat atau intentions (tujuan-tujuan dengan prilaku), pendapat in digunakan oleh
Locke. Teori ini memiliki aturan dasar, yaitu penetapan dari tujuan-tujuan
secara sadar. Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit, khusus dan
pernyataannya yan jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan menghsilkan
unjuk kerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan tidak khusus, dan yang
mudah dicapai. Hasil penelitian Edwin Locke dan rekan-rekan (1968), menunjukkan
efek positif dari teori tujuan pada prilaku kerja. Locke menunjukan bahwa :
1.
Tujuan yang cukup sulit ternyata menghasilkan tingkat kinerja yang lebih tinggi
daripada tujuan yang lebih mudah.
2.
Tujuan khusus, cukup sulit untuk menghasilkan tingkat output yang lebih tinggi.
Penetapan tujuan tidak hanya mempengaruhi kerja itu sendiri,
tetapi dapat juga mendorong pegawai untuk mencoba menemukan metode yang lebih
baik untuk melakukan pekerjaan . Teori tujuan berdasarkan pada intuitif yang
solid.
Perusahaan
menggunakan teori tujuan ini, berdasarkan tujuan-tujuan perusahaan, secara
berurutan disusun tujuan-tujuan untuk devisi, bagian sampai satuan kerja yang
terkecil untuk diakhiri penetapan sasaran kerja untuk setiap karyawan dalam
kurun waktu tertentu
Tujuan-tujuan yang bersifat spesifik atau sulit cenderung
menghasilkan kinerja (performance) yang lebih tinggi. Dalam pencapaian tujuan
dilakuka melalui usaha partisipasi yang menimbulkan dampak :
(+)
Acceptance/Penerimaan : sesulit apapun apabila orang telah menerima suatu
pekerjaan maka akan dilaksanakan dengan baik.
(-)
Timbulnya superioritas pada orang yang memiliki kemampuan lebih tinggi.
Teori tujuan ini, dapat juga ditemukan dalam teori motivasi
harapan. Individu menetapkan sasaran pribadi yang ingin dicapai. Sasaran
pribadi memiliki nilai kepentingan pribadi (valence) yang berbeda-beda.
Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan
berdasarkan prakarsa sendiri. Bila didasarkan oleh prakarsa sendiri, dapat
disimpulkan bahwa motivasi kerja individu bercorak proaktif dan dan ia akan memiliki
keikatan (commitmen) besar untuk berusaha mencapai tujuan-tujuan yan telah ia
tetapkan.
Contoh
Teori Tujuan
Bila seseorang tenaga kerja memiliki motivasi kerja yang
lebih bercorak reaktif, pada saat ia diberi tugas untuk menetapkan
sasaran-sasaran kerjanya untuk kurun waktu tertentu, dapat terjadi bahwa
keikatan terhadap usaha mencapai tujuan tersebut tidak terlalu besar.
·
Teori
Hierarki Kebutuhan Abraham Maslow
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada
intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai tujuh enam atau hierarki
kebutuhan, yaitu :
1.
kebutuhan fisiologikal (physiological needs),
seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex
2.
kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam
arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual
3.
kebutuhan social (social needs) yaitu kebutuhan
untuk menjadi bagian dari kelompok dan menjalin hubungan dengan orang lain. Di
dalam kebutuhan sosial ini terdapat kebutuhan akan kasih sayang (love needs)
4.
kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang
pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status, seseorang harus
berprestasi, menjadi kompeten, serta mendapat pengakuan sebagai orang yang
berprestasi dan kompeten untuk dapat dihargai
5.
kebutuhan intelektual (intellectual needs)
terdapat didalamnya adalah individu memperoleh pemahaman dan pengetahuan
6.
kebutuhan estetis (aesthetic needs), setelah
mencapai tingkatan intelektual tertentu, maka individu akan memikirkan tentang
kebutuhan akan keindahan, kerapian, serta keseimbangan
7.
aktualisasi diri (self actualization), dalam
arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang
terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata agar dapat
menemukan pemenuhan pribadi dan mencapai potensi diri.
3.
ARTIKEL
Pembuat
Boneka
Alkisah
ada seorang anak muda yang sangat menyukai boneka hingga ia belajar bagaimana
menjadi ahli pembuat boneka. Sayangnya, anak muda ini sangat kikuk, dan guru
serta murid-murid lainnya selalu berkata bahwa dia tidak punya kemampuan untuk
membuat boneka, dan bahwa dia tidak akan pernah berhasil.
Meski
demikian, anak muda ini tetap bisa menikmati sehingga ia tak henti-hentinya
melatih diri agar berkembang. Walau sudah bekerja keras, mereka akan selalu
menemukan kesalahan pada boneka-boneka buatan anak muda ini, dan akhirnya
mereka pun mengeluarkan si anak muda dari pelatihan itu.
Tapi
anak muda itu tidak menyerah begitu saja. Ia memutuskan sejak saat itu akan
menghabiskan seluruh waktunya membuat satu jenis boneka. Dan setiap kali
menemukan kekurangan pada bonekanya, ia akan membuangnya dan memulai lagi dari
awal. Tahun demi tahun pun berlalu, dan dengan setiap percobaan baru, bonekanya
menjadi sedikit lebih baik. Kini, bonekanya jauh lebih baik dari hasil karya
teman-temannya. Meski begitu, si anak muda ini tetap melakukan perbaikan,
mencari “kesempurnaan”. Hidup seperti itu membuat anak muda ini kurang mampu
mampu mencari nafkah, dan banyak orang menertawakan kondisinya yang miskin.
Ketika
usianya sudah semakin tua, karya bonekanya sangatlah indah. Begitu bagusnya
hingga suatu hari setelah berpuluh-puluh tahun bekerja, ia menyelesaikan satu
boneka, dan berkata, “Saya tidak melihat ada yang kurang. Kali ini hasilnya
sempurna.” Dan, untuk pertama kalinya dari sekian tahun lamanya, alih-alih
membuang boneka ini, ia malah menaruhnya di atas rak. Ia benar-benar merasa
puas dan bahagia.
ANALISIS
Dalam
artikel tersebut, saya mengaitkan nya dengan Teori Harapan yang berargumen bahwa
kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu
bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti
oleh suatu keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi
individu tersebut. Membangun sukses kita dari hal-hal yang kita sukai. Dengan
ketekunan & semangat tinggi, serta terus berusaha memperbaiki, maka apapun
yang dikerjakan akan membuat waktu dan talenta kita lebih bernilai. Sekian dan
terimakasih. J J J
DAFTAR PUSTAKA
Sunyoto
Munandar, Ashar.(2001).Psikologi Industri dan Organisasi.Jakarta: Universitas
Indonesia.
Sihotang.
A. Drs. M.B.A. (2006).Menejemen Sumber Daya Manusia .Jakarta : PT Pradnya
Paramita.
P.Siagian,
Sondang, Prof. Dr. MPA.(1988). Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta : Rineka
Citra.
http://wangmuba.com/2009/02/18/teori-teori-motivasi/
http://wangmuba.com/2009/02/18/teori-harapan-expectancy/
http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/motivasi-teori-proses-dan-penerapan